Mayday atau biasa kita kenal dengan hari buruh sedunia rutin kita peringati setiap taggal 1 mei, apa yang mendasari diperingati nya hari buruh sedunia atau MayDay, berikut ini sejarah lengkap lahirnya hari buruh seduia atau MayDay.
Perjuangan untuk Pengurangan Jam Kerja
Asal
 muasal dari peringatan Hari Buruh Sedunia atau lebih dikenal dengan 
sebutan May Day, tidak bisa dipungkiri erat kaitannya dengan sejarah 
awal mula perjuangan kaum buruh untuk mengurangi jam kerja yang 
didapatkannya, sesuatu hal yang menjadi salah satu pokok masalah dalam 
agenda perjuangan politik kaum buruh dan kelas pekerja selama ini. 
Perjuangan menuntut jam kerja ini sudah lama terjadi dan berlangsung 
mengakar jauh dalam sejarah, semenjak sistem industrialisasi digalakkan 
dan lahirlah kaum buruh di Amerika.
Walaupun
 kenaikan upah merupakan tuntutan yang paling sering disuarakan dalam 
masa-masa awal munculnya pemogokan buruh di Amerika, tuntutan 
pengurangan jam kerja serta hak berorganisasi tetap menjadi salah satu 
bagian isu pokok pekerja dalam tuntutan yang diajukan kepada pemilik 
industri/pabrik dan pemerintah. Ketika perlakuan eksploitasi berlebih 
yang diderita oleh buruh di pabrik semakin membuat buruh merasa ditekan 
dan tidak diperlakukan selayaknya manusia, oleh jam kerja yang begitu 
panjang maka, keingginan dan suara untuk menuntut pengurangan jam 
kerjapun mulai muncul dengan lebih keras.
Sebagai
 gambaran pada awal abad ke 19 para kaum pekerja dan buruh di Amerika 
sudah mengeluhkan akan jam kerja yang sangat panjang dengan pameo 
“bekerja keras mulai dari matahari terbit sampai dengan matahari 
tengelam” (bayangkan jika matahari itu terbit pada saat musim semi 
-pentj.) berlaku setiap hari kerja. 14 (empat belas), 16 (enam belas), 
bahkan 18 (delapan belas) jam kerja dalam sehari sudah merupakan hal 
yang biasa terjadi pada saat itu. Pada sebuah peristiwa pengadilan 
terhadap pimpinan pemogokan dari pekerja pabrik pembuatan sepatu yang 
dikenai tuntutan berkonspirasi pada tahun 1806, terungkap bahwa para 
pekerja dan buruh pabrik itu telah diharuskan dan dipekerjakan selama 19
 (Sembilan belas) sampai 20 (dua puluh) jam perhari.
Pada
 kelanjutannya selama kurun waktu tahun 1820 –1830 setelah tahun-tahun 
peristiwa tersebut berlalu, aksi pemogokan buruh selalu diwarnai dengan 
tuntutan untuk pengurangan jam kerja, dan menuntut untuk pembatasan 10 
jam kerja terjadi di berbagai pusat perindustrian. Organisasi buruh yang
 kemudian menjadi serikat pekerja/buruh pertama di dunia, yaitu Serikat 
Kerja Mechanik dari Philadelphia (Mechanic’s Union of Philadelphia), 
yang didirikan dua tahun lebih dahulu daripada serikat pekerja serupa 
yang baru didirikan oleh para pekerja di Inggris dikemudian hari. 
Serikat Kerja Mekanik mengawali pemogokan dengan tuntutan pengurangan 
jam kerja, dengan melakukan pemogokan bersama para pekerja Serikat 
Kontruksi pada tahun 1827 di Philadelphia, untuk menuntut pengurangan 
jam kerja menjadi 10 jam perhari. Selain itu, selama pemogokan yang 
dilakukan para pekerja pembuat roti di New York pada tahun 1834, menurut
 pemberitaan yang dikeluarkan oleh surat kabar Workingmen’s Advocate 
tersebut mengungkapkan fakta bahwa “para majikan di industri pembuatan 
roti telah memperkerjakan para buruh dan pekerjanya melebihi kondisi 
perbudakan di Mesir kuno dan telah berlangsung selama bertahun-tahun. 
Para buruh tersebut harus bekerja selama rata-rata 18 sampai 20 jam 
dalam 24 jam perharinya”.
Tuntutan
 10 jam kerja yang semula bersifat lokal tersebut berkembang menjadi 
sebuah gerakan, yang walau terkendala dengan adanya krisis yang melanda 
pada tahun 1837, membuat pemerintahan Federal di bawah Presiden Van 
Buren mengeluarkan sebuah dekrit yang mengatur pembatasan jam kerja 
semua pekerja pada proyek milik pemerintahan untuk bekerja selama 10 jam
 saja perhari. Dan pergerakan untuk menuntut berlakunya pembatasan 10 
jam kerja secara menyeluruh di seluruh negeri terus berlanjut selama 
beberapa dekade selanjutnya. Pada perkembangan selanjutnya pergerakan 
ini merambah kebeberapa sektor industri, kemudian tuntutan untuk 
mengurangi jam kerja menjadi 8 jam pun muncul. Demam pengorganisasian 
buruh pada serikat pekerja pada kisaran tahun 1850, memberikan tambahan 
dukungan pada tuntutan baru tersebut, tetapi usaha itu terhalang dengan 
kondisi krisis yang terjadi pada tahun 1857. Walaupun demikian tuntutan 
tersebut berhasil dimenangkan oleh beberapa Serikat Pekerja yang 
teroganisir baik pada saat sebelum krisis tersebut berlangsung. Gerakan 
untuk menuntut pengurangan jam kerja tidak hanya terjadi di Amerika 
saja, tetapi juga terjadi dimanapun pekerja menderita eksploitasi dari 
sistem Kapitalisme yang baru mulai berkembang, hal ini bisa dirunut 
bahwa slogan penuntutan untuk pengurangan jam kerja menjadi 8 jam 
ternyata juga muncul di tempat yang cukup jauh, yaitu di Australia; “8 
jam kerja 8 jam rekreasi 8 jam istirahat” yang berhasil dicapai pada 
tahun 1856 di Australia.
Gerakan 8 Jam Kerja Dimulai di Amerika
Gerakan
 8 jam kerja yang kemudian melahirkan May Day, bisa dilacak pada gerakan
 yang berlangsung di Amerika pada tahun 1884. Patut dicatat pula 
sumbangsih kemenangan oleh generasi gerakan buruh sebelumnya yang telah 
berhasil dan memberikan dasar bagi sebuah gerakan buruh yang lebih 
militan yang menjadi jantung perorganisiran di dalam kelas masyarakat 
pekerja di Amerika, yang mengusung isu tentang pengurangan jam kerja dan
 mengorganisirnya menjadi suatu gerakan yang lebih massif. Pada 
tahun-tahun awal perang saudara di Amerika, 1861-1862, terlihat gejala 
beberapa serikat pekerja tingkat nasional yang baru dibentuk menjelang 
pecahnya perang menghilang. Terutama Serikat Pekerja Percetakan, serta 
Serikat Pekerja Masinis dan Pandai Besi. Segera pada tahun berikutnya, 
ditandai dengan pengabungan dari beberapa serikat buruh lokal yang 
kemudian membentuk Serikat Buruh tingkat nasional dan segera muncul 
kebutuhan untuk segera membentuk Federasi dari serikat-serikat buruh 
tersebut di tingkat pusat. Pada tanggal 20 Agustus 1866 berkumpul tiga 
delegasi dari serikat buruh yang tercatat membentuk sebuah Serikat Buruh
 Nasional. Gerakan untuk membentuk Serikat Buruh Nasional dipelopori 
oleh Wiliam H. Sylvis, ketua dari Serikat Buruh Percetakan. Yang walau 
masih berusia muda belia, merupakan sosok tokoh gerakan yang berpengaruh
 pada gerakan buruh pada waktu itu. Sylvis berkorespodensi dengan para 
pemimpin gerakan Internasionalisme pertama di London, dan membantu untuk
 mempengaruhi Serikat Buruh tingkat Nasional dalam membangun hubungan 
dengan Dewan Umum Internasionalisme.
Pada
 saat itulah pada konvensi pendirian Serikat Buruh tingkat Nasional 
tahun 1866, disetujui resolusi untuk mendorong tuntutan pengurangan jam 
kerja:
Suatu kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda pada saat 
ini, untuk membebaskan buruh di negara ini dari perbudakan Kapitalisme, 
adalah dengan adanya Undang-Undang yang mengatur bahwa waktu kerja 
normal haruslah mencakup 8 jam kerja sehari di seluruh negara bagian dan
 di seluruh Serikat Pekerja. Dan kita akan berkerja dengan sepenuh hati 
untuk tercapainya tujuan mulia itu.
Konvensi serupa juga 
menyuarakan kebebasan organisasi buruh untuk melakukan tindakan politik 
secara independen dalam rangka mendapatkan atau menghasilkan produk 
hukum dan pengesahan dari tuntutan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam 
sehari dan “pemilihan sosok-sosok kader yang akan setia dalam 
memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan dan keterwakilan kaum 
buruh atau kaum industrial”.
Program
 dan pedoman kebijakan perjuangan pada awal gerakan buruh, walau kadang 
diangap kuno dan tidak populer, sebetulnya muncul lahir dari kesadaran 
dan naluri logis dari kaum Proletar dan telah menjadi inti pokok dari 
perjuangan kaum buruh yang kemudian berkembang menjadi gerakan revolusi 
murni berciri khas gerakan buruh di Amerika, bukan dikembangkan oleh 
arahan para reformis atau para politisi Kapitalis yang kemudian hari 
mencoba menanamkan pengaruh dengan membentuk pula serikat perkerjanya 
sendiri yang berusaha mengarahkan atau menstir gerakan buruh pada arah 
agenda perubahan yang berbeda. Hal ini terjadi 65 tahun yang lalu 
(dihitung dari tahun pada saat tulisan asli ini diterbitkan -pentj.), 
The National Organization of American Labour, atau disingkat N. L. U. 
menyatakan perlawanan terhadap “perbudakan Kapitalisme” (pada serikat 
buruh -pentj.) dan kepada agenda politik yang sama sekali tidak ada 
sangkut menyangkut dengan agenda gerakan buruh.
Aliansi 8 jam 
kerja kemudian terbentuk sebagai hasil agitasi dari Serikat National 
Labour Union; dan melalui berbagai proses politik yang aliansi tersebut 
lakukan, dan hasilnya beberapa negara bagian mulai menerapkan dan 
mengadopsi sistem 8 jam kerja sehari pada seluruh sektor publik dan U.S 
Congress mengeluarkan perundangan yang mengesahkan hal serupa pada tahun
 1868.
Sylvis tetap mempertahankan kontak dengan Dewan 
Internasionalisme di London. Karena pengaruhnya pula pada tahun 1867, 
Serikat National Labour Union pada konvensinya memutuskan untuk 
melakukan kerjasama dengan gerakan kelas pekerja internasional dan pada 
tahun 1869, memutuskan pula untuk menerima undangan dewan pusat 
internasionalisme dan mengirimkan delegasinya pada Basle Congress of the
 International. Tetapi sungguh disayangkan Sylvis meninggal dunia tepat 
sesaat sebelum konferensi N. L. U. dimulai, dan A. C. Cameron, editor 
dari the workingman’s advocate, yang terbit di Chicago, diutus untuk 
mengantikan kedudukannya. Dan pada pertemuan tersebut dibuatlah sebuah 
resolusi untuk didedikasikan kepada sosok pemimpin muda progresif 
gerakan buruh di Amerika tersebut. “Seluruh mata (segala hormat) tertuju
 pada Sylvis, siapakah dia, Panglima dari balatentara kaum Proletar, 
dengan pengabdian selama sepuluh tahun, dengan seluruh kepintaran dan 
kelebihannya – dan kini Sylvis telah meninggalkan kita”. Meninggalnya 
Slyvis menjadi salah satu penyebab dari kemunduran dan kemudian 
menghilangnya Serikat National Labour Union.
Internasionalisme Pertama Mengadopsi Delapan Jam Kerja
Keputusan
 untuk mengagendakan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam dalam sehari 
yang diserukan oleh Serikat National Labour Union pada bulan Agustus 
1866, yang disusul pada bulan September pada tahun yang sama di Kongres 
Internasionalisme pertama di Geneva, tercatat sebuah agenda tuntutan 
yang sama sebagai berikut:
Pembatasan jam kerja secara legal 
merupakan pendahuluan dari apa yang disebut sebagai kerja peningkatan 
dan pelibatan buruh dan kelas pekerja dalam proses kerja pergerakan 
karena dengan tidak terpenuhinya agenda tuntutan tersebut (Pengurangan 
jam kerja -pentj.) semua upaya pelibatan dan peningkatan kerja gerakan 
kelas pekerja akan gagal…(dst) Kongres dengan ini mengusulkan, 8 jam 
kerja sehari sebagai batas jam kerja legal dalam sehari.
Marx Dalam Gerakan Delapan Jam Kerja Sehari
Pada
 bab membahas “Jam Kerja” pada buku pertama dari Capital Karangan Marx 
terbit tahun 1867, Marx menarik perhatian dengan menyebutkan inagurasi 
pertama dari gerakan 8 jam kerja perhari adalah oleh Serikat National 
Labour Union. Bagian tersebut menjadi terkenal karena menyebutkan 
referensi menarik dari gerakan solidaritas berdasarkan kelas antara 
pekerja kulit hitam dan kulit putih, Ia menuliskan:
Di Amerika 
Serikat, setiap kebebasan gerakan buruh telah dilumpuhkan dengan dan 
selama perbudakan menjadi salah satu sendi dari Republik. Kaum buruh 
berkulit putih tidak akan bisa berinteraksi dengan para buruh yang dicap
 berkulit hitam. Akan tetapi dengan kematian dari perbudakan bersemi 
harapan akan masa depan baru. Buah pertama hasil dari perang sipil 
adalah tuntutan kerja 8 jam perhari, sebuah gerakan yang menyebar dengan
 spontanitas tinggi dari Atlantik ke Pasifik, dari New England sampai ke
 California.
Marx secara menarik menyebutkan, betapa secara 
simultan, dalam waktu hanya dua minggu masing-masing serikat pekerja 
telah saling bertemu di Baltimore untuk melangsungkan konvensi dan 
menghasilkan seruan untuk menuntut pengurangan jam kerja 8 jam kerja 
sehari, sehingga pada pertemuan kongres Internasionalisme di Geneva, 
Swiss, mengadopsi juga seruan yang sama. “Semua itu terjadi di kedua 
belah sisi Atlantik oleh gerakan kelas buruh, yang timbul secara spontan
 akibat dari kondisi industri yang ada”, kesemua gerakan tersebut 
merujuk pada tuntutan untuk pengurangan jam kerja menjadi 8 jam kerja 
sehari.
Keputusan yang diambil kongres Geneva jelas sedikit 
banyak mengacu dan dipengaruhi oleh seruan dari gerakan buruh di 
Amerika, hal ini bisa dilihat dari bagian resolusi yang dikeluarkan pada
 kongres tersebut: “Sebagaimana adanya pembatasan ini (jam kerja 
-pentj.) menunjukan tuntutan umum yang ingin dicapai oleh gerakan buruh 
di Amerika Serikat belahan Utara, dan oleh sebab itu kongres ini 
mewujudkan agenda tuntutan tersebut untuk menjadi platform agenda bagi 
gerakan buruh di seluruh dunia”.
Pengaruh yang sama dari gerakan 
buruh Amerika ditemukan juga pada kongres Internasionalisme selanjutnya 
23 tahun kemudian, dalam kongres tersebut juga dimasukkan dengan lebih 
tegas tuntutan dan agenda yang sama yaitu 8 jam kerja sehari.
May Day Lahir di Amerika Serikat
Gerakan
 Internasionalisme pertama berakhir sebagai sebuah organisasi 
internasional pada tahun 1872, ketika markas dari organisasi tersebut 
dipindahkan dari London ke New York, walau secara resmi kegiatan 
keorganisasiannya dihentikan secara menyeluruh pada tahun 1876. 
Dikemudian hari pada tahun 1886 diadakan kongres pertama untuk 
membangunkan kembali gerakan Internasionalisme dan organisasinya yang 
diadakan di Paris, yang pada saat itulah bulan May atau Mei dijadikan 
secara resmi sebagai bulan para pekerja di seluruh dunia, yang kemudian 
mengorganisasikan seluruh partai politik buruh dan seluruh serikat buruh
 untuk kembali memperjuangkan tuntutan politik terpenting yaitu: 8 jam 
kerja sehari. Keputusan yang lahir di Paris ini banyak dipengaruhi oleh 
sebuah keputusan yang lahir 4 tahun sebelumnya di Chicago yang diserukan
 pada pertemuan delegasi Young American Labour Organization, yang 
merupakan Serikat Buruh Kanada dan Amerika Serikat, yang kemudian 
dikenal dengan singkatan American Federation of Labour; A. F. of L. 
(atau kemudian dalam tulisan ini sering disebut -Federasi –pentj.) . 
Pada konferensi ke 4 organisasi ini pada tanggal 7 Oktober, 1884 
dikeluarkanlah seruan sebagai berikut:
Dikeluarkan oleh Federasi 
Organized Trades and Labour Unions the United States and Canada 
(Federasi Serikat Pekerja Amerika Serikat dan Canada), bahwa tuntutan 8 
jam kerja sehari harus segera diberlakukan dan diresmikan oleh 
Undang-Undang berlaku mulai 1 Mei, 1886, untuk itu kami merekomendasikan
 pada seluruh Organisasi Buruh untuk memperjuangkan pemberlakukan 
ketentuan ini dengan mendasarkan pada hukum segera pada waktu yang telah
 ditentukan tersebut diatas (1 Mei -pentj.).
Walaupun tidak 
disebutkan secara detail tentang metode yang akan ditempuh oleh serikat 
pekerja untuk memperjuangkan pencapaian dari tuntutan 8 jam sehari 
tersebut diatas, dengan sendirinya ini membuktikan bahwa sebuah 
organisasi yang memiliki anggota tak kurang dari 50.000 orang masih 
belum mampu untuk menyatakan atau mendorong sebuah pernyataan, “8 jam 
kerja sehari berlaku resmi (legal) pada saat ini juga”, tanpa melakukan 
perjuangan di pasar, pengilingan, dan di tambang dimana para anggota 
mereka bekerja atau tanpa mengikutsertakan peran serta buruh secara 
lebih massif dalam perjuangannya. Pada bagian dari seruan tersebut yang 
ditujukan kepada serikat dan organisasi buruh yang tergabung dalam 
Federasi, yang berbunyi “memperjuangkan pemberlakukan ketentuan ini 
dengan mendasarkan pada hukum, segera pada waktu yang telah ditentukan 
tersebut diatas”, memberi isyarat sebuah seruan kepada seluruh 
anggotannya, yang akan diharapkan dapat memberikan banyak kesempatan 
melakukan persiapan saat melakukan pemogokan umum kelak pada tanggal 1 
Mei 1886, untuk menuntut agenda 8 jam sehari, hal ini harus dipersiapkan
 dari jauh-jauh hari karena para pekerja itu akan membutuhkan banyak 
dukungan dari Serikat karena mereka akan melakukan pemogokan dalam 
jangka waktu yang cukup lama. Sebagaimana yang dimengerti bahwa 
pemogokan ini akan berskala nasional dan melibatkan berbagai organisasi 
yang berafiliansi dengan gerakan buruh, serikat pekerja sesuai dengan 
peraturan yang mereka buat harus mempersiapkan dan ikut pula menangung 
resiko dari para anggota mereka yang melakukan pemogokan, terutama hal 
menyangkut untuk menyiapkan sejumlah dana untuk keperluan pengeluaran 
dan sebagainya. Dan harus dijadikan sebuah catatan penting bahwa 
organisasi buruh seperti halnya A. F. of L. (American Federation of 
Labour -pentj.) seperti yang diketahui hingga saat ini merupakan sebuah 
organisasi yang bersifat sukerela atau berbasiskan sukarelawan. Dasar 
dan keputusan dari Federasi di tingkat konvensi nasional hanya bisa 
dilaksanakan jikalau didukung oleh serikat pekerja yang tergabung dalam 
Federasi dan hanya apabila serikat-serikat pekerja itu ikut setuju untuk
 mendukung keputusan dan seruan tersebut.
Persiapan untuk Pemogokan di May Day
Walaupun
 pada dekade tahun 1880 sampai 1890 merupakan tahun-tahun dimana terjadi
 perkembangan pesat industrialisasi di Amerka Serikat, dan perkembangan 
dari pasar dalam negeri, pada tahun 1883-1885 merupakan juga tahun-tahun
 dimana Amerika mengalami masa-masa depresi, yang merupakan bagian 
siklus depresi yang menyusul bencana depresi yang terjadi sebelumnya di 
tahun 1873. Tuntutan gerakan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari 
mendapatkan tambahan dukungan dari para pengangguran yang terlanda 
berbagai macam kesulitan yang mewabah pada periode tersebut. Dan 
kemudian pada saat sulit itulah lahir tuntutan untuk menjadikan 
pengurangan jam kerja menjadi 7 (tujuh) jam sehari mengemuka seperti 
pada saat ini (saat tulisan asli terbit 7 jam kerja belum diberlakukan 
secara luas -pentj.), karena didorongkan oleh kondisi pengangguran yang 
begitu hebat melanda dunia kerja di Amerika Serikat saat itu.
Pemogokan
 umum besar yang terjadi tahun 1877, dimana diikuti oleh tidak kurang 
dari 10.000 pekerja dan buruh rel kereta api dan buruh baja, yang secara
 militan berjuang melawan korporasi dan pemerintah yang kemudian 
mengharuskan pemerintah mengirimkan angkatan bersenjatanya untuk meredam
 dan membubarkan pemogokan tersebut. Peristiwa tersebut merupakan 
peristiwa mogok dalam skala nasional yang pertama kalinya terjadi di 
Amerika, walaupun perjuangan mereka digagalkan oleh gabungan kekuatan 
modal korporasi dan pemerintah, mulai tumbuh kesadaran pada kaum buruh 
dan pekerja di Amerika tentang posisi dan kekuatan kelas mereka sebagai 
kelas pekerja di mata kelompok masyarakat lainnya, kekalahan tersebut 
menjadi pencabuk moral para buruh dan pemincu gerakan buruh yang lebih 
militan. Ini menjadi sebuah jawaban tentang pertanyaan yang ada selama 
ini ada, tentang militansi perlawanan yang ditunjukkan oleh buruh 
pertambangan kepada tuan tanah yang menguasai pertambangan di 
Pennsylvania, pada sebuah peristiwa ketika para baron tersebut berusaha 
menghancurkan organisasi buruh di daerah Antracite, hal ini menjadi 
penyebab 10 orang buruh yang pemberani (Molly Maguires), berjuang sampai
 pada titik menebus perjuangan gigih mereka dengan diseret dan 
menghembuskan nafas di tiang gantungan, kejadian ini terjadi tahun 1875.
Federasi
 buruh yang baru saja terbentuk, melihat kemungkinan dalam pengabdopsian
 agenda 8 jam kerja menjadi slogan yang bisa menyatukan berbagai 
komponen dan elemen massa besar buruh baik yang di dalam maupun diluar 
Federasi dan terutama penyatuan kekuatan dengan organisasi Knights of 
Labour (Ksatria Buruh -pentj.), sebuah organisasi buruh yang lebih tua 
dan masih terus berkembang. Federasi kemudian mengusulkan kepada Knights
 of Labour untuk ikut serta berpartisipasi mendukung agenda gerakan 8 
jam kerja sehari, karena harus disadari bahwa itulah satu-satunya jalan 
untuk terjalinnya aksi bersama, yang bisa menemukan dan menyatukan 
seluruh elemen organisasi buruh, dengan begitu buruh akan dapat mencapai
 tujuan dan manfaat bersama dari terpenuhinya tuntutan gerakan tersebut 
kelak.
Pada konvensi yang diadakan oleh Federasi pada tahun 1885, 
Seruan untuk melakukan walk out pada tanggal 1 Mei tahun depan kembali 
didengungkan, dan kali ini beberapa serikat pekerja mempersiapkan diri 
untuk ikut berpartisipasi dalam mogok tersebut, diantara serikat yang 
akan berperan serta adalah Serikat Tukang Kayu dan Serikat Buruh 
Tembakau cerutu. Agitasi yang dilakukan untuk menyambut agenda mogok 
yang akan dilakukan bulan Mei tersebut, segera menampakan hasil yang 
nyata, dengan bertambahnya keanggotaan baru pada serikat-serikat pekerja
 yang akan berperan serta dalam aksi tersebut. Keanggotaan dari The 
Knights of Labour melonjak, mencapai puncaknya pada tahun 1886. 
Dilaporkan bahwasanya keanggotaan dari K. of L. sebagai organisasi yang 
telah terlebih dahulu dikenal kalangan para pekerja daripada Federasi 
dan telah mendapatkan reputasi sebagai organisasi perjuangan buruh, 
keanggotaannya melonjak dari 200.000 orang sampai pada angka mendekati 
700.000 orang dalam periode itu. Federasi yang merupakan organisasi 
pengusung dari tuntutan gerakan 8 jam kerja serta peletak penentu waktu 
kapan akan dilaksanakannya gerakan mogok tersebut, juga mengalami 
lonjakan penambahan jumlah anggota serta mulai mendapatkan tempat yang 
diperhitungkan secara luas diantara kaum buruh. Dan ketika semakin 
dekatnya hari pelaksanaan pemogokan tersebut, terkuak bukti yang 
menunjukkan bahwa dewan pimpinan dari K. of L. telah menunjukan usaha 
untuk melakukan sabotase dari gerakan mogok Mei tersebut terutama 
Terrence Powderly, dengan secara rahasia membujuk dan mengarahkan 
beberapa serikat buruh yang tergabung dalam K. of L. untuk membatalkan 
pemogokan, akan tetapi kecemburuan yang menyebabkan persaingan tersebut 
tidak menyurutkan popularitas dari Federasi. Seluruh level dan jaringan 
dari kedua belah organisasi mempersiapkan pemogokan dengan anthusiasme 
yang mengelora. Aliansi dan asosiasi 8 jam kerja bermunculan di berbagai
 kota meningkatkan semangat militansi dari seluruh elemen gerakan buruh,
 yang kemudian menyebar ke kelompok besar buruh yang belum terorganisir.
Gerakan Mogok Mulai Menyebar
Cara
 terbaik untuk mempelajari watak dari buruh dan pekerja adalah dengan 
cara mempelajari seluk beluk cangkupan dan keseriusan kedisiplinan dari 
gerakan perjuangan mereka. Seperti berapa kali atau jumlah mogok yang 
telah dilakukan dalam periode waktu tertentu adalah indikator yang bagus
 untuk memperhitungkan semangat juang atau kegigihan perjuangan atau 
militansi dari para pekerja. Jumlah berapa kali mogok kerja yang terjadi
 pada tahun 1885 sampai dengan 1886 memberi gambaran sejauh mana 
kemajuan gerakan buruh dan militansinya dibandingkan dengan gerakan pada
 tahun-tahun yang terdahulu. Tidak hanya pada tahun dimana para pekerja 
mempersiapkan pemogokan pada 1 Mei 1886, juga pada tahun 1885 dimana 
angka pemogokan buruh menunjukan peningkatan yang signifikan. Sebagai 
gambaran pada tahun 1881-1884 angka rata-rata pemogokan kerja dan 
lockouts (menutup atau mengambil alih pabrik -pentj.) berkisar pada 
jumlah 500 kasus pertahun, dan pada jumlah buruh yang ikut berperan 
serta dalam aksi tersebut berkisar antara hanya 150.000 pekerja 
pertahun. Jumlah pemogokan kerja dan lockouts pada tahun 1885 meningkat 
menjadi sekitar 700 kasus dan jumlah pekerja yang terlibat berlipat 
menjadi sekitar 250.000, Dan di tahun 1886 jumlah pemogokan meningkat 
lebih dari dua kali lipatnya. Tercatat sebanyak 1.572 kali pemogokan dan
 melibatkan keikutsertaan buruh sebanyak 600.000 pekerja. Bagaimana 
perseberan dari gerakan mogok kerja pada tahun 1886 bisa dilihat dengan 
perbandingan berikut; pada tahun 1885 hanya 2.467 perusahaan saja yang 
terpengaruh atau terkena dampak dari pemogokan pekerja tersebut, pada 
tahun 1886 jumlahnya meningkat menjadi 11.562 buah perusahaan. Walaupun 
diwarnai dengan sabotase dan berbagai usaha pembusukan dengan tujuan 
mengagalkan pemogokan yang dilakukan secara terang-terangan oleh para 
petinggi dari K. of L., pemogokan tersebut tetap berlangsung dan diikuti
 lebih dari 500.000 pekerja, dengan tetap setia menyuarakan tuntutan 8 
jam kerja sehari.
Pusat dari pemogokan adalah kota Chicago, dimana 
terjadi gerakan mogok kerja paling mengelora, tetapi kota-kota lain juga
 ikut andil dan berperan serta dalam pemogokan 1 Mei. Kota-kota seperti 
New York, Baltimore, Washington, Milwaukee, Cincinnati, St. Louis, 
Pittsburgh, Detroit dan banyak kota lain yang menunjukkan peran serta 
buruh yang nyata dalam pemogokan kerja tersebut. Hal yang menjadi ciri 
khas dari pemogokan adalah adalah tertarik dan bergabungnya para pekerja
 atau buruh yang sama sekali tidak terorganisir dan tidak mengerti atau 
buta organisasi, saling bahu membahu dalam perjuangan tidak membedakan 
organisasi serikat asal kerja/pabrik semua bersatu dan berjuang, dengan 
metode-metode atau cara mogok yang simpatik yang telah umum digunakan 
pada periode tersebut. Sebuah semangat perjuangan telah mewabah di 
seluruh daratan, dan para Sejarawan Borjuis mengatakan “perang sosial” 
dan “kebencian akan kapital/modal” menyeruak di pemogokan besar ini, dan
 suara yang mengambarkan nuansa ketertarikan akan terbentuknya sebuah 
kelas sosial dan lapisan sosial masyarakat buruh juga mulai berkumandang
 di gerakan buruh saat itu. Diperkirakan bahwa separuh dari jumlah 
pekerja yang terlibat dalam mogok akbar 1 Mei tersebut, memperoleh 
keberhasilan dari perjuangan mereka, walaupun tidak semua dari mereka 
mendapatkan jaminan untuk dapat bekerja selama 8 jam sehari tetapi 
mereka para pekerja dan buruh patut dipuji dan dapat dinilai berhasil 
dalam perjuangan untuk mengurangi jam kerja tersebut.
Pemogokan di Chicago dan Haymarket (tragedi Haymarket)
Aksi
 pemogokan kerja buruh yang paling agresif terjadi di kota Chicago, yang
 pada saat itu merupakan pusat gerakan buruh sayap kiri yang militan. 
Walau masih kurang jelas dan lemah dalam arah berpolitiknya dalam 
menanggapi atau menyikapi beberapa masalah perburuhan, namun tidak perlu
 diragukan lagi bahwa ini merupakan gerakan perlawanan, selalu siap 
untuk kembali bersama buruh turun melakukan aksi ke jalan, membangun 
semangat juang mereka dan menetapkan capaian perjuangan tidak hanya pada
 perbaikan taraf kehidupan para buruh semata tetapi juga untuk melakukan
 perlawanan terhadap ancaman sistem Kapitalis.
Dengan bantuan dari 
kelompok buruh yang revolusioner, pemogokan buruh di Chicago merupakan 
pemogokan yang terbesar. Aliansi kerja 8 jam jauh-jauh hari sudah 
dibentuk untuk persiapan mogok akbar tersebut. Serikat Central Labour 
Union membentuk koalisi buruh sayap kiri, untuk memberikan dukungan 
penuh pada aliansi 8 jam kerja, yang merupakan persatuan aksi aliansi 
dari beberapa serikat yang mempunyai afiliasi pada Federasi, K. of L., 
dan Socialist Labour Party (Partai Buruh Sosialis). Pada hari minggu 
sebelum tanggal 1 Mei Central Labour Union mengadakan mobilisasi 
demonstrasi yang diikuti oleh 25.000 pekerja.
Tanggal 1 Mei kota 
Chicago menjadi saksi tumpah ruahnya para buruh dan pekerja, yang secara
 serentak meletakkan seluruh alat kerja mereka dan keluar dari pabrik 
mengikuti pangilan dan seruan dari organisasi gerakan buruh di kota itu.
 Dan saat-saat itu merupakan moment terbesar bagi pekerja yang 
mempertunjukan kekuatan sebenarnya dari solidaritas erat antar mereka 
sebagai sesama kelas buruh, hal yang mungkin belum pernah dialami para 
pekerja dan gerakan pada saat itu. Hal yang menjadi perhatian pada saat 
itu -tuntutan 8 jam kerja sehari- ketersambungan dan karakter yang 
terlihat pada pemogokan akbar tersebut memberikan dampak menunjukan 
eksistensi pergerakan buruh secara gamblang. Signifikasi dari gerakan 
buruh semakin dipertajam perkembangan pada hari-hari pemogokan 
berikutnya. Gerakan 8 jam kerja sehari yang mencapai puncaknya pada 
pemogokan akbar 1 Mei 1886, dengan sendirinya tercatat sebagai sebuah 
moment gemilang dalam sejarah perlawanan gerakan buruh dan kelas 
masyarakat pekerja di Amerika Serikat.
Akan tetapi setiap revolusi 
mempunyai titik balik dari revolusi itu sendiri, sampai dengan kelas 
pelaku atau kelas revolusioner tersebut mampu melakukan kendali penuh 
atas revolusi yang mereka lakukan secara mandiri. Gerak laju kemenangan 
yang baru dialami oleh para pekerja dan buruh Chicago direbut paksa oleh
 kekuatan yang jauh lebih besar, perpaduan atara kekuatan elit kapital 
dan Kapitalis birokrat negara, yang berusaha menyingkirkan para pemimpin
 gerakan buruh yang militan, dengan tujuan memberikan pukulan yang akan 
mematikan seluruh gerakan buruh di Chicago. Kejadian pada tanggal 3 dan 4
 Mei yang juga dikenal dengan tragedi Haymarket, merupakan kejadian 
pertama yang berusaha membungkam gerakan mogok Mei. Demonstrasi yang 
berlangsung pada tanggal 4 Mei di lapangan Haymarket yang ditujukan 
untuk memprotes tindakan penyerangan brutal yang dilakukan oleh polisi 
di tanggal 3 Mei yang berlangsung di pemogokan buruh pengilingan 
McCormick, dimana 6 orang buruh meninggal menjadi korban serangan dan 
puluhan lainnya mengalami luka-luka. Pertemuan itu semula berlangsung 
damai sampai dengan ketika para peserta pertemuan tersebut akan 
beristirahat dan membubarkan diri, terjadilah penyerangan susulan oleh 
polisi pada kerumunan buruh yang sedang berkumpul. Sebuah bom 
dilemparkan pada kerumunan dan membunuh seorang sersan, dan memicu 
terjadinya perkelahian yang mengakibatkan jatuh korban 7 orang polisi 
dan 4 orang buruh meninggal. Peristiwa berdarah di Haymarket ini 
menyebabkan diseretnya para tokoh pemimpin pergerakan buruh ke tiang 
gantungan, antara lain Parsons, Spies, Fischer, dan Engel dan 
dipenjarakannya para pemimpin gerakan mogok Chicago yang dinilai 
militan, inilah jawaban kontra-revolusi dari para Boss atau para 
“pemilik usaha” di Chicago terhadap gerakan mogok buruh 1 Mei yang 
pertama. Ini juga merupakan sinyal reaksi yang diberikan oleh para boss 
besar tersebut kepada kawan sejawat mereka di kota-kota lainnya dalam 
menghadapi pemogokan buruh. Paruh kedua tahun 1886 ditandai dengan 
berbagai serangan yang dikonsentrasikan oleh para aparat dalam usaha 
untuk membayar kekalahan yang mereka alami selama gerakan mogok buruh 
yang terjadi pada tahun 1885-1886.
Selang setahun setelah peristiwa 
pengantungan para pemimpin gerakan buruh Chicago, Federasi yang sekarang
 dikenal sebagai American Federation of Labour, pada konvensinya yang 
diadakan di St. Louis pada tahun 1888, mengambil suara untuk 
menghidupkan kembali gerakan menuntut 8 jam kerja. Tanggal 1 Mei yang 
selama 2 tahun belakangan sudah menjadi tradisi untuk menjadi hari 
dimana seluruh kekuatan buruh terkonsentrasi untuk turun ke jalan 
seiring dengan agenda kelas pekerja yang dituntutkan, sekali lagi 
dipilih sebagai hari untuk kembali menghidupkan perjuangan gerakan 8 jam
 kerja. 1 Mei 1890, menjadi saksi mata pemogokan besar menuntut 
pengurangan jam kerja menjadi 8 jam kerja sehari. Pada konvensi A. F. of
 L. pada tahun 1889 yang dikepalai oleh Samuel Gompers yang juga ketua 
dari serikat A. F. of L., telah berhasil dalam mengariskan kembali 
gerakan mogok tersebut. Telah diputuskan bahwa Serikat Tukang Kayu yang 
dinilai sebagai serikat yang paling siap melakukan pemogokan menjadi 
serikat yang akan menginisiasi pemogokan itu, dan terbukti inisiatif 
rencana tersebut berhasil, ditandai dengan bergabungnya serikat-serikat 
pekerja lainnya dalam barisan pemogokan yang akan segera dilaksanakan.
Di
 Autobiography-nya Gompers menceritakan bagaimana A. F. of L. ikut 
berkontribusi untuk mengangkat May Day menjadi Hari Buruh international:
 “Sebagaimana rencana untuk melancarkan kembali gerakan 8 jam kerja, 
kami terus berupaya untuk selalu menyebarluaskan tujuan gerakan 
tersebut. Seiring dengan mendekatnya waktu pertemuan International 
Workingmen’s Congress di Paris, memberikan inspirasi kepada kami untuk 
mendapatkan dukungan yang lebih luas dari seluruh dunia melalui kongres 
yang akan diadakan nantinya”. Gompers juga terlebih dahulu telah 
membongkar berbagai atribut dan sepak terjang para agen reformis dan dan
 kaum opportunis yang dikemudian hari merebak diantara para kolaborator 
di antara kelas buruh sendiri, dan Ia siap berjuang untuk lebih 
mendapatkan dukungan yang luas bagi gerakannya dari kaum pekerja, dalam 
perang pengaruh yang selama ini Ia selalu perjuangkan melawan kelompok 
kolaborator tersebut.
May Day Menjadi Peringatan Internasional
Pada
 tanggal 14 Juli pada peringatan 100 tahun jatuhnya penjara Bastille, 
berkumpulah para pimpinan organisasi revolusi Proletar dari berbagai 
penjuru di Paris, untuk sekali lagi membentuk Organisasi Buruh 
Internasional, seperti apa yang pernah dilakukan 25 tahun sebelumnya 
oleh guru besar mereka, Karl Marx. Pertemuan tersebut menjadi dasar apa 
yang kemudian dikenal dengan pertemuan untuk kembali mendengarkan berita
 dari delegasi Amerika untuk kedua kalinya, yang menjabarkan apa yang 
telah dicapai dengan perjuangan pengurangan jam kerja 8 jam kerja sehari
 dalam kurun waktu tahun 1884-1886 di Amerika, dan rencana untuk kembali
 menghidupkan kembali agenda tersebut. Terinspirasi oleh pengalaman 
perjuangan para pekerja yang terjadi di Amerika, kongres Paris 
mengeluarkan resolusi sebagai berikut:
Kongres akan mendorong untuk 
meng-organisasi demonstrasi besar secara internasional, yang di setiap 
negara dan di setiap kota dimana demonstrasi diadakan, massa yang 
bergemuruh akan menuntut satu tujuan tuntutan pada pihak yang berwenang 
untuk menetapkan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari, sejalan 
dengan tuntutan agenda lainnya yang kongres Paris keluarkan. Karena 
demonstrasi serupa telah direncanakan untuk dilaksanakan pada tanggal 1 
Mei 1890, oleh American Federation of Labour di konvensi yang diadakan 
di St. Louis, bulan Desember 1888, maka pada hari ini kongres menetapkan
 hal yang serupa untuk dilaksanakannya demonstrasi secara Internasional.
 Para pekerja di tiap-tiap negara diharuskan untuk segera melakukan 
pengorganisasian persiapan demonstrasi tersebut sesuai dengan kondisi 
dan situasi di tiap-tiap negara.
Klausul yang dikeluarkan kongres 
yang menyerukan tiap-tiap organisasi untuk mempersiapkan demonstrasi 
disesuaikan dengan kondisi dan situasi negara masing-masing, membuat 
banyak intepretasi yang berbeda oleh beberapa delegasi, salah satunya 
adalah delegasi dari Inggris, yang menganggap klausul itu sebagai sebuah
 kesempatan untuk mengartikannya; bahwa seruan gerakan tersebut bukanlah
 sebuah keharusan bagi seluruh negara yang mengirimkan delegasinya. Hal 
ini bisa terjadi karena dari awal semula saat pembentukan 
Internasionalime kedua ada sebagian kubu yang menganggap bahwa, 
pertemuan tersebut merupakan pertemuan sebatas konsultasi atau seputar 
pertukaran informasi dan opini antar gerakan semata, bukan merupakan 
sebuah bentuk organisasi sentral yang mempunyai kekuatan penuh 
mengontrol dan mengatur tetapi hanya berkekuatan untuk menyelengarakan 
dan wewenangnya hanya sebatas selama penyelengaraan kongres itu saja, 
tidak seperti yang Marx berusaha bangun pada saat Internasionalisme 
pertama pada generasi sebelumnya, sebagai sebuah Partai Revolusi Kaum 
Proletar Dunia. Ketika Engels menulis surat untuk salah satu sahabatnya 
Serge pada tahun 1874, sesaat sebelum gerakan Internasionalisme pertama 
dibubarkan di Amerika, “Saya pikir gerakan Internasionalisme selanjutnya
 akan dibentuk sesuai dengan pikiran dan ajaran Marx, dan akan dikenal 
lebih luas pada tahun-tahun ke depan, dan akan berwujud gerakan komunis 
internasional murni”, sayangnya Dia tidak memperhitungkan (Engels 
-pentj.) pada saat kebangkitan kembali dari gerakan Internasional akan 
ada elemen reformis yang hadir atau menyusup dalam usaha pembangkitan 
pertemuan dan organisasi tersebut kelak, dan memandang gerakan tersebut 
hanya sebagai sebuah gerakan sukarela biasa atau voluntary federation of
 Socialist parties, dan mereka tetap saling mandiri dan merdeka dan 
memiliki hukum dan peraturannya sendiri bagi dirinya sendiri.
Walaupun
 demikian pelaksanaan May Day pada tahun 1890 terjadi di banyak negara 
Eropa, dan di Amerika sendiri Serikat Tukang Kayu dan berbagai serikat 
pekerja bangunan turut serta dalam pemogokan umum untuk kembali menuntut
 8 jam kerja sehari yang telah direncanakan tersebut. Walaupun 
terkendala oleh hukum pelarangan Sosialis di jerman, para pekerja di 
berbagai kota industri di Jerman juga ikut menyelengarakan May Day, yang
 ditandai dengan berbagai bentrok keras antar kaum buruh dan aparat 
kepolisian. Hal yang serupa juga terjadi di berbagai ibukota dan 
kota-kota besar di Eropa lainnya, walaupun pemerintah telah 
memberlakukan larangan terhadap mereka dan kepolisian juga melakukan 
tindakan keras kepada mereka. Di Amerika Serikat, terutama di Chicago 
dan New York demonstrasi mendapatkan kemajuan yang signifikan. Ribuan 
parade buruh di jalanan terjadi untuk mendukung tuntutan 8 jam kerja; 
dan demonstrasi tersebut ditutup dengan pertemuan raksasa terbuka di 
titik temu utama para demonstran.
Pada kongres selanjutnya di 
Brussels pada tahun 1891, agenda awal dari gerakan May Day menuntut 8 
jam kerja sehari kembali masuk dalam agenda, tetapi juga untuk menunjang
 tuntutan buruh yang lain seperti perbaikan kondisi kerja, dan 
terjaminnya perdamaian antar bangsa-bangsa. Seruan yang diperbaharui 
tersebut menekankan pada nilai penting terwujudnya “karakter kelas pada 
demonstrasi 1 Mei”, untuk memperjuangkan 8 jam kerja sehari dan agenda 
perjuangan lainnya yang akan menuntun pada “mempergiat perjuangan 
kelas”. Seruan resolusi tersebut juga menginginkan untuk penghentian 
kerja atau mogok “pada saat apapun yang memungkinkan”. Karena selama ini
 tidak ada keharusan untuk melakukan pemogokan pada peringatan 1 Mei, 
hal ini dilakukan sebagai bagian usaha untuk memperluas skala dan 
mengkonsentrasikan tujuan maupun massa aksi dari demonstasi. Massa buruh
 dari Inggris kembali menunjukan sikap opportunisnya dengan menunjukan 
sikap menolak dari seruan tersebut bahkan untuk mogok pada 1 Mei yang 
sama sekali tidak diharuskan, dan bersama dengan kelompok Sosial 
Demokrat Jerman mengambil suara untuk menunda aksi demonstrasi 1 Mei dan
 melaksanakannya pada hari Minggu setelah tanggal 1 Mei berlalu.
Engels Dalam Peringatan Internasional May Day
Pada
 tulisan pengantar di edisi terbitan Jerman Manifesto Komunis (Communist
 Manifesto), yang Dia tuliskan pada tanggal 1 Mei 1890, Engels merangkum
 sejarah gerakan organisasi Proletar Internasional, dengan memberikan 
penekanan untuk memberi perhatian pada penyelengaraan May Day 
Internasional yang pertama:
Seiring saya menulis tulisan ini, kaum 
Proletariat di Eropa dan Amerika sedang bahu membahu untuk menyatukan 
kekuatan mereka: Mereka bergerak untuk pertama kalinya sebagai satu 
kesatuan balatentara, dalam satu wadah perjuangan, dan berjuang untuk 
satu tujuan: bekerja 8 jam sehari, yang harus dijamin oleh 
Undang-undang…(dst) Fenomena yang sekarang kita saksikan akan membuat 
kaum Kapitalis dan para tuan tanah dari seluruh tanah menjadi sadar, 
bahwa sekarang kaum Proletar dari seluruh penjuru, sebenar-benarnya 
bersatu. Seadainya saja Marx ada bersama saya dan melihatnya dengan mata
 kepalanya sendiri!
Hal terpenting dari berbagai demonstrasi kaum 
Proletar yang susul menyusul semakin mengugah cita-cita dan insting jiwa
 revolusi dari para pekerja di seluruh dunia, dan dari tahun ke tahun 
terlihat dengan semakin besarnya keikutsertaan massa Proletar dalam aksi
 demonstrasi.
Respon dari para pekerja terlihat dengan sendirinya 
pada pertemuan selanjutnya untuk menagendakan 1 Mei berikutnya yang 
diadakan di Zurich tahun 1893:
Demonstrasi untuk menuntut 8 jam kerja
 yang dilangsungkan pada 1 Mei, harus dilaksanakan berlandaskan pada 
tekat kelas pekerja untuk menghancurkan sekat-sekat perbedaan antar 
kelas melalui perubahan sosial dan akan menuntun pada jalan satu-satunya
 jalan yang akan menghantarkan perdamaian pada semua manusia, dan menuju
 perdamaian Internasional.
Walaupun draft asli dari resolusi 
menyerukan untuk menghancurkan perbedaan antar kelas melalui “revolusi 
sosial (social revolution)” bukan melalui “perubahan sosial (social 
change)”, tidak bisa disangkal seruan tersebut telah mengangkat 1 Mei 
pada level tingkat yang lebih tinggi. Sekarang 1 Mei menjadi demonstrasi
 kekuatan dan semangat cita-cita kaum Proletar untuk menantang rezim 
kekuatan yang berkuasa, selain tuntutan hanya untuk sekedar menuntut 
pengurangan 8 jam kerja sehari.
Usaha Kaum Reformis untuk Melumpuhkan May Day
Para
 pemimpin kelompok reformis dari berbagi kelompok berusaha melakukan 
pengembosan pada gerakan 1 Mei dengan mengkampayekan 1 Mei sebagai hari 
untuk beristirahat dan hari libur untuk berekreasi daripada sebuah hari 
untuk melakukan perjuangan. Hal inilah yang mendasari mengapa mereka 
selalu bersikeras untuk berusaha memindahkan perorganisiran dan 
mobilisasi demonstrasi pada hari Minggu setelah hari dimana tanggal 1 
Mei berlalu. Pada hari Minggu para pekerja tentu tidak perlu untuk 
melakukan pemogokan dan menghentikan pekerjaan; karena sudah jelas 
mereka tidak bekerja pada hari Minggu. Bagi para reformis, May Day tak 
ubahnya sebagai hari libur buruh Internasional yang bisa diisi dengan 
wakuncar di taman atau sekedar bermain-main saja, bahkan mungkin bila 
perlu berplesiran keluar kota untuk melepas penat. Sedangkan seruan dari
 kongres di Zurich jelas menginginkan bahwa May Day menjadi sebuah 
“ajang demonstrasi dimana kaum buruh menghancurkan sekat-sekat 
penghalang yang menjadi pembeda antar kelas”, yaitu usaha mempertunjukan
 semangat perjuangan dalam melawan dan menghancurkan eksploitasi oleh 
sistem Kapitalisme dan perbudakan upah murah, hal yang dirasa tidak 
menjadi masalah besar bagi kaum reformis (pahami dan baca literatur 
sejarah sosialis di Inggris dan watak hubungan industri di Inggris 
–pentj.), oleh karena itu mereka tidak merasa terikat dengan keputusan 
yang diambil di kongres Internasionalisme. Kongres Sosialis 
Internasional tak ubahnya hanya sebagai pertemuan persahabatan dan 
maksud-maksud baik komunitas internasional, seperti halnya 
kongres-kongres lain yang sering dilangsungkan di ibukota-ibukota negara
 Eropa sebelum pecah perang (Perang Dunia I -pentj.). Mereka melakukan 
segala daya dan upaya untuk melakukan pengembosan gerakan dan tiada 
habisnya berusaha menghalangi solidaritas aksi kaum Proletar secara 
internasional, dan apapun hasil resolusi yang dikeluarkan oleh kongres 
Internasionalisme yang bagi mereka tidak sejalan dan sesuai dengan jalan
 pemikiran mereka, pasti hanya akan menjadi sebuah selembar pernyataan 
di atas kertas semata. Dua puluh tahun kemudian kedok “Sosialisme” dan 
“Internasionalisme” para pemimpin reformis ini terbongkar. Pada tahun 
1914 Internasionalisme (kedua -pentj.) tercerai-berai karena telah 
membawa benih perpecahan semenjak semula dari kebangkitannya – para kaum
 reformis itu telah memimpin kelas pekerja menuju kehancurannya sendiri.
Pada
 kongres Internasionalisme di Paris tahun 1900, seruan agenda aksi dari 
kongres sebelumnya kembali diadopsi, dan diperkuat dengan pernyataan 
untuk menghentikan seluruh aktivitas kerja pada tanggal 1 Mei dengan 
tujuan membuat demonstrasi lebih efektif. Dan lagi dan lagi, 1 Mei 
menjadi sebuah ajang pamer kekuatan bagi kaum buruh; perkelahian terbuka
 dengan aparat kepolisian dan anggota militer di jalan-jalan terjadi di 
seluruh pusat perindustrian penting. Jumlah buruh dan pekerja yang turut
 bergabung dalam aksi dan melakukan pemogokan semakin bertambah 
jumlahnya dari hari ke hari. May Day semakin menjadi ancaman nyata dan 
menakutkan bagi para kelas penguasa. May Day seakan berubah menjadi 
sebuah Red Day (hari bahaya -pentj.), dimana pemerintah yang berwenang 
di seluruh negeri menyabutnya dengan selalu penuh syak prasangka saat 
hari-hari semakin mendekati pelaksanaan May Day.
Lenin di May Day
Diawal
 keterlibatannya di gerakan Revolusi Russia, Lenin ikut berkontribusi 
dalam memperkenalkan May Day bagi kalangan kaum pekerja dan buruh di 
Russia sebagai hari perjuangan dan demonstrasi. Sedangkan pada masa-masa
 di penjara pada tahun 1896, Lenin menulis sebuah Leaflet/selebaran yang
 ditujukan kepada Serikat Pekerja St. Petersburg untuk Pembebasan Kelas 
Pekerja (St. Petersburg Union of Struggle for the Liberation of the 
Working Class) dalam rangka menyambut May Day, yang merupakan salah satu
 kelompok politik pertama berhaluan Marxis di Russia. Selebaran tersebut
 berhasil diselundupkan keluar dari penjara dan 2.000 salinan mimeograph
 (cetak stensil –pentj.) didistribusikan diantara para pekerja di 40 
pabrik. Isi pesan tersebut sangat pendek dan ditulis sesuai dengan gaya 
Lenin yang sederhana dan langsung tanpa basa-basi, sehingga para buruh 
yang paling tidak terpelajar sekalipun akan langsung mengerti dan 
memahami apa yang ingin disampaikannya. “Selang 1 bulan setelah 
pemogokan pabrik tekstil yang terkenal pada tahun 1896, para buruh 
tersebut memberi tahu kita bahwa inspirasi pertama yang mereka dapatkan 
untuk melancarkan aksi mogok itu adalah sebuah pesan sederhana di 
leaflet penyambutan May Day”, Hal ini dituliskan oleh seorang narasumber
 yang hidup pada masa itu dan juga ikut membantu menerbitkan leaflet 
tersebut.
Setelah menyadarkan para buruh bagaimana mereka 
dieksploitasi demi keuntungan dari pemilik modal atau pemilik pabrik 
dimana mereka bekerja, dan bagaimana pemerintahan mendakwa dan menghukum
 para pekerja yang menuntut perbaikan dari kondisi kehidupan mereka, 
Lenin melanjutkan untuk menuliskan arti penting dari May Day:
Di 
Perancis, Inggris, Jerman dan negeri lainnya dimana para pekerja telah 
bersatu dalam serikat buruh yang kuat yang telah ikut membantu membawa 
mereka memenangkan banyak tuntutan atas hak-hak mereka, mereka berkumpul
 pada tanggal 19 April (1 Mei) yang merupakan hari libur umum untuk 
buruh [pada kalender yang dipakai bangsa Russia pada saat itu, 
penanggalan yang berlaku mundur/tertinggal 13 hari dibandingkan dengan 
penghitungan penanggalan yang berlaku di Eropa Barat]. Mereka berbaris 
bersama meninggalkan pabrik-pabrik yang berdiri kokoh dengan spanduk 
yang terbentang, sambil tanpa henti mengumandangkan lagu membangkitkan 
semangat perjuangan, menyusuri sepanjang jalan utama di kota-kota, 
memperlihatkan kekuatan mereka yang terus tumbuh menguat kepada para 
Boss majikan mereka. Rapat-rapat raksasa yang diadakan oleh massa 
demonstran dimana diperdengarkan berbagai pidato yang membakar semangat 
para buruh dengan menghintung dan mengingatkan kembali berbagai 
kemenangan yang diperoleh kaum buruh atas majikan-majikan mereka pada 
tahun-tahun yang telah berlalu, dan juga kembali menata rencana aksi 
perjuangan pergerakan mereka selanjutnya. Dengan ancaman pemogokan para 
majikan tidak akan berani untuk kembali semena-mena menghukum pekerjanya
 yang tidak muncul atau tidak bekerja pada Hari Buruh tersebut. Sampai 
dengan saat ini para pekerja masih memperjuangkan tuntutan 8 jam kerja, 8
 jam istirahat, 8 jam rekreasi kepada para majikan mereka. Inilah agenda
 yang menjadi tuntutan bagi buruh-buruh di berbagai pelosok 
negeri-negeri lainnya sampai sekarang.
Kaum gerakan revolusioner 
Russia mengunakan May Day untuk berbagai tujuan dan maksud gerakan. Di 
pengantar sebuah Pamflet peringatan 1 Mei di kota Kharkov, yang 
diterbitkan pada bulan November 1900, Lenin menuliskan:
Selama enam 
bulan kedepan, para buruh Russia akan segera menyelengarakan tanggal 
pertama bulan Mei sebagai permulaan hari pertama sekaligus tahun pertama
 dari abad baru, dan inilah waktu yang tepat bagi kita untuk 
merencanakan sebuah peringatan yang terbesar dan terpusat, bukan saja 
dari jumlah peserta dari peringatan itu saja tetapi juga pembentukan 
karakter gerakan yang terpusat, dengan lahirnya kesadaran kelas maka 
cita-cita itu niscaya akan terlaksana, dengan kegigihan perjuangan yang 
akan mengalahkan segala tindakan represif demi perjuangan untuk 
pembebasan politik bangsa Russia, dan juga untuk kesempatan 
berkembangnya kesadaran kelas kaum proletar, sekaligus terbukanya jalan 
perjuangan menuju Sosialisme.
Hal ini bisa dilihat betapa Lenin 
menyadari arti pentingnya aksi May Day, terlihat ketika Ia mengugah 
kegelisahan para buruh jauh-jauh hari enam bulan sebelumnya, untuk 
menyongsong hari perayaan aksi May Day. Bagi Lenin, May Day merupakan 
titik tolak untuk “sebuah perjuangan gigih untuk pembebasan politik 
bangsa Russia”, dan juga “untuk berkembangnya kesadaran kelas kaum 
proletar, sekaligus terbukanya jalan perjuangan menuju Sosialisme”.
Membicarakan
 perayaan May Day yang bisa bertransformasi “menjadi sebuah aksi gerakan
 politis besar”, Lenin mengajukan kembali sebuah pertanyaan, mengapa 
perayaan May Day di Kharkov tahun 1900 adalah “perayaan yang maha 
penting?” Ia menjawab, “partisipasi massa buruh dalam pemogokan, 
pertemuan raksasa di jalan-jalan, membentangnya bendera merah, pembacaan
 berbagai tuntutan yang disuratkan di selebaran dan situasi yang 
revolusioner mengelora dari tuntutan-tuntutan tersebut, -8-jam kerja dan
 kebebasan politik”.
Lenin mengkritik keras para pemimpin politik di 
kota Kharkov, dikarenakan hanya mendukung tuntutan 8 jam kerja sehari 
untuk motif sepele atau demi semata-mata motif ekonomi murni, karena ia 
tidak menginginkan pendidikan atau pembangunan karakter gerakan buruh di
 May Day menjadi terganggu oleh berbagai motif lainnya. Ia menuliskan 
dalam pengantarnya:
Hal paling utama dari agenda tuntutan ini (8 jam 
kerja) adalah agenda umum yang disuarakan oleh kaum proletar diseluruh 
pelosok negeri. Mengapa tuntutan ini didorong sebagai tuntutan paling 
utama, mengindikasikan bahwa para buruh dan pekerja yang telah maju di 
Kharkov menyadari solidaritas mereka dengan gerakan Buruh Sosialis 
Internasional. Karena alasan yang terdahulu tersebut tuntutan ini (8 jam
 kerja -pentj.) tidaklah tepat diajukan bersamaan atau disamakan 
bobotnya dengan tuntutan-tuntutan tambahan lainnya seperti; mendapat 
perlakuan yang lebih baik dari para mandor, atau sebatas kenaikan upah 
sebanyak 10% saja. Agenda tuntutan 8 jam kerja merupakan tuntutan yang 
diajukan oleh seluruh kaum proletar, bukan tuntutan dari pegawai secara 
perseorangan kepada perseorangan, tetapi merupakan tuntutan utuh dari 
kaum buruh kepada pemerintahan, sebagai perwujudan dari apa yang 
sekarang disebut sebagai perwakilan sistem sosial politik, dan kepada 
kelompok Kapitalis secara keseluruhan, sebagai pemilik dari seluruh 
modal produksi yang ada.
Slogan Politik dalam May Day
May Day 
menjadi momentum bersuara bagi kaum proletar revolusioner internasional.
 Dari tuntutan awal untuk pengurangan jam kerja 8 jam sehari ditambahkan
 berbagai slogan baru yang penting untuk menyatukan dan memanggil kaum 
buruh untuk datang berkumpul dan berdemonstrasi. Slogan-slogan tersebut 
antara lain: Solidaritas Kelas Pekerja Internasional; Tujuan Bersama; 
Perang Melawan Perang; Melawan Penindasan Kolonial; Hak politik dan 
Ekonomi bagi Organisasi Kelas Buruh.
Terahir kalinya polemik dari 
perdebatan lama yang membahas dan mempertanyakan tentang May Day terjadi
 di kongres Amsterdam pada tahun 1904. Setelah melakukan pembacaan 
seksama pada slogan-slogan yang digunakan dalam demonstrasi dan membahas
 apa yang menjadi perhatian dengan terungkapnya fakta, bahwa dibeberapa 
negara demonstrasi memperingati May Day masih dilangsungkan pada hari 
Minggu setelah hari 1 Mei berlalu bukannya dilangsungkan pada hari yang 
seharusnya (1 Mei -pentj.), kongres tersebut menghasilkan kesimpulan:
Kongres
 Sosialis Internasional di Amsterdam menyerukan kepada seluruh 
organisasi Social Demokratic Party (Partai Sosialis Demokrat) dan 
serikat pekerja di seluruh negeri untuk melaksanakan demonstrasi pada 
tanggal 1 Mei untuk memperjuangkan agenda legalnya 8 jam kerja, sebagai 
tuntutan bersama kelas Proletar, dan untuk tercapainya perdamaian 
universal. Cara yang paling efektif untuk melancarkan demonstrasi pada 
tanggal 1 Mei adalah dengan berhenti bekerja. Oleh sebab itu Kongres 
menetapkan kewajiban bagi badan dan organisasi Proletar dimanapun 
seluruh penjuru negeri untuk melaksanakan aksi berhenti bekerja (bagi 
para anggotanya -pentj.) tepat pada tanggal 1 Mei, dimanapun 
dimungkinkan dengan tanpa mengakibatkan hal-hal yang dapat mencelakakan 
keselamatan para pekerja.
Ketika pembantaian para buruh yang sedang 
melakukan pemogokan terjadi di tambang emas Lena Siberia di bulan April 
1912, muncul kembali perdebatan yang mempertanyakan pengerahan massa 
revolusioner Proletar di Russia dalam menjawab seruan mogok pada hari 1 
Mei, ini adalah tahun dimana ratusan ribu kaum buruh di Russia mogok 
kerja dan turun ke jalan untuk melawan tindakan keji tersebut, dengan 
sekian lama dibawah bayang-bayang kekalahan dari Revolusi Russia pertama
 pada tahun 1905. Lenin menuliskan tentang May Day pada tahun tersebut:
Pemogokan
 raksasa yang terjadi di bulan Mei terjadi di seluruh Russia, dan 
demonstrasi jalanan yang terkait dengannya (pembantaian -pentj.), 
pendeklarasian Revolusi, pidato-pidato revolusi di depan massa buruh, 
terlihat jelas bahwa Russia sekali lagi memasuki periode situasi 
revolusioner.
Peran Rosa Luxemburg di May Day
Pada sebuah artikel 
yang dituliskan untuk menyambut May Day tahun 1913, Rosa Luxemburg, yang
 merupakan seorang revolusioner sejati menulis dengan menekankan 
karakter revolusioner dari gerakan sebagai berikut:
“Ide cemerlang 
dibalik penciptaan peringatan May Day adalah aksi mandiri dan merdeka 
dari kaum proletar, adalah aksi politik dari ribuan pekerja…(dst) Usulan
 yang sempurna dari seorang Perancis bernama Lavigne di pertemuan 
Kongres Internasionalisme di Paris, digabungkan dengan pengejawantahan 
bersama secara internasional, penghentian kerja, adalah demonstrasi dan 
taktik perjuangan untuk 8-jam kerja, perdamaian dunia dan Sosialisme”.
Sebagai
 murid terdekat hasil dari pertentangan Imperalisme (Sosialisme 
-pentj.), Rosa Luxemburg melihat bahwa perang telah diambang pintu, dan 
dia sudah tidak sabar untuk segera menjadikan May Day sebagai media 
penyemaian benih ide solidaritas internasional diantara para pekerja dan
 buruh, hari momentum dimana seluruh pekerja internasional saling 
bahu-membahu berperang melawan Imperialisme, ditulis satu tahun sebelum 
pecahnya perang (Perang Dunia I -pentj.), Dia menyuarakan kegelisahannya
 tentang:
“Lebih jauh gagasan tentang May Day, wacana dari seruan 
aksi massa untuk berdemonstrasi atas nama solidaritas internasional dan 
sebagai sebuah taktik perjuangan menuju perdamaian dunia dan Sosialisme,
 meskipun di tempat yang paling sulit dari berkembangnya pergerakan 
Internasionalisme, yaitu kelas pekerja di Jerman, pemogokan sudah mulai 
berakar. Dan jaminan terbesar yang bisa kita dapatkan adalah imbas dari 
perang, yang kemungkinan besar akan segera berlangsung cepat atau 
lambat, hal ini akan memberi hasil yang nyata dari sebuah kemenangan 
dari perjuangan dunia kaum buruh melawan modal”.
May Day di Masa Perang
Pengkhianatan
 yang dilakukan oleh Social-patriot atau kelompok pejuang sosial yang 
terjadi selama perang terlihat nyata dan vulgar pada peringatan May Day 
tahun 1915. Hal ini terjadi karena mencuatnya pemikiran perdamaian atau 
kesepakatan antar kelas yang tumbuh dalam alam logika pemikiran mereka, 
yang menjadikan mereka mampu berkolaborasi dan berkesepakatan dengan 
pemerintahan Imperialis di bulan Agustus 1914. Kelompok Sosial Demokrat 
Jerman menyerukan para pekerja anggotannya untuk tetap bekerja saat May 
Day tiba; kelompok sosialis Perancis mengeluarkan dekrit atau manifesto 
khusus untuk membuat pemerintah tidak perlu merasa khawatir dengan 1 
Mei, dan para pekerja diwajibkan untuk terus bekerja demi alasan 
mempertahankan negeri ‘mereka’. Kejadian serupa juga ditemukan di banyak
 negara yang tengah dilanda oleh perang. Hanya kelompok Bolsheviks dari 
Russia dan segelintir kaum revolusioner yang kini menjadi minoritas 
tetap setia kepada cita-cita Sosialisme dan Internasionalisme. Seruan 
Lenin, Luxemburg dan Liebknecht dengan lantang menentang pembusukan yang
 diakibatkan oleh faham Sosial-Chauvinisme. Pemogokan sepihak dan 
percikan api dari bentrok-bentrokan kecil di jalanan mewarnai May Day 
tahun 1916, menunjukkan bahwa para pekerja dan buruh di negara-negara 
yang sedang mengalami perang berusaha membebaskan dirinya dari pengaruh 
beracun yang disebarkan oleh para pimpinan mereka yang telah berkhianat.
 Bagi Lenin dan juga seluruh kaum revolusioner “kolapsnya opportunisme 
(jatuhnya Internasionalisme kedua -pentj.) akan lebih menguntungkan bagi
 pergerakan buruh”, dan Lenin menyerukan untuk membentuk gerakan 
Internasionalisme baru, bebas dari pengkhianatan menjadi sebuah 
kebutuhan pada saat itu.
Konferensi Zimmerwald yang diadakan tahun 
1915 dan Kienthal tahun 1916 menghasilkan sebuah kristalisasi pandangan 
dari Partai Revolusioner Internasional dan Minoritas, untuk mengunakan 
slogan yang dikemukakan oleh Lenin bahwa perang yang dikobarkan oleh 
para Imperialis (Perang Dunia I -pentj.) telah berubah menjadi sebuah 
perang sipil (perang saudara -pentj.). Demonstrasi peringatan May Day 
besar yang terjadi di Berlin tahun 1916, yang digalang oleh Karl 
Lieknecht dan pengikutnya di gerakan Sosialis, memperlihatkan kemuakkan 
dari kaum kelas pekerja (terhadap perang -pentj.), yang mengemuka di 
ruang publik, peristiwa ini melangar larangan dan tekanan yang 
dikeluarkan dari aparat kepolisian dan pejabat pemerintahan resmi.
Di
 Amerika Serikat May Day tidak pernah ditinggalkan bahkan ketika perang 
dimaklumatkan pada tahun 1917. Elemen gerakan Sosialis revolusioner 
mengambil tindakan serius dalam kampanye anti perang yang diserukan 
bersama di St. Louis dalam Konvensi darurat pada awal bulan April untuk 
memprotes perang yang dilangsungkan para Imperialis. Demonstrasi besar 
di Cleveland diadakan di lapangan umum dan digalang oleh Charles E. 
Ruthenberg yang kemudian menjabat Serkertaris S. P. (Partai Sosialis 
-pentj.) yang kemudian menjadi salah satu pendiri dan pemimpin Partai 
Komunis yang sangat militan. Lebih dari 20.000 pekerja turut serta dalam
 parade di jalanan menuju lapangan terbuka, yang tergabung dengan ribuan
 pekerja lainnya. Aparat Polisi dengan brutal menyerang dan membubarkan 
pertemuan tersebut, membunuh seorang Buruh dan melukai lainnya.
Peristiwa
 peringatan May Day tahun 1917, peringatan peristiwa Juli (jatuhnya 
penjara Bastile -pentj.) dan akhirnya pada bulan Oktober di Russia 
(revolusi Oktober -pentj.) merupakan sebuah babak final menuju 
tercapainya perkembangan revolusi Russia. May Day bersama dengan 
peringatan hari-hari bersejarah lainnya yang pernah diwarnai dengan 
tradisi revolusi buruh – 22 Januari (“Minggu berdarah” tahun 1905), 18 
Maret (Paris Commune, tahun 1871), 7 November (pengambil alihan 
kekuasaan, tahun 1917) – adalah bukti dan saksi yang sekarang menjadi 
hari libur besar dari ‘Republik Pekerja pertama’, sedangkan 8 jam kerja 
sehari sebagai tuntutan awal dari May Day telah disempurnakan oleh Uni 
Soviet dengan menetapkan 7 –jam kerja sehari.
Comintern (Komunis Internasional -pentj.) Mewarisi Tradisi May Day
Sebagai
 pewaris tradisi revolusi proletar terbaik semenjak Karl Marx dan Engels
 menerbitkan Manifesto Komunisme di tahun 1848, Communist International 
atau Comintern melanjutkan apa yang sudah menjadi tradisi di May Day, 
ketika May Day tiba Partai-Partai Komunis di seluruh Negeri akan 
menyerukan kaum buruh untuk berhenti bekerja, turun ke jalan dan 
menunjukkan perkembang-tumbuhan dari kekuatan kaum buruh dari hari ke 
hari dan untuk menunjukan solidaritas internasional antar kaum pekerja 
dengan menuntut pengurangan jam kerja menjadi –sekarang 7 –jam dalam 
sehari-, dengan tanpa ada pengurangan upah buruh, tuntutan untuk jaminan
 sosial bagi buruh, bersiap melawan bahaya perang yang akan mengancam 
dan siap mempertahankan Uni Soviet, bersedia melawan penjajahan 
Imperialisme dan Kolonialisme, berjuang melawan diskriminasi dan hukuman
 mati tanpa proses peradilan yang adil, menyatakan Sosial-Fasisme 
sebagai salah satu bagian dari sistem dan mesin Kapitalisme, berjanji 
untuk membangun serikat yang revolusioner, berikrar kepada perjuangan 
yang gigih dan tekat yang membaja untuk berjuang mengulingkan sistem 
Kapitalisme dan menegakkan Semesta Republik Soviet.
Politik Pemogokan Massa di May Day
Dari
 tahun ke tahun perjuangan May Day mencapai fase yang makin tinggi dan 
matang. Terlahir di Amerika Serikat dalam hiruk pikuk perjuangan dan 
pemogokan menuntut hak politik buruh, setiap peringatan May Day menjadi 
sebuah pemandangan dan saksi dari pemogokan politik untuk menyuarakan 
tuntutan dari kelas mayoritas yaitu kelas pekerja Amerika yang telah 
dijelaskan sebelumnya. Pekerja baik tua – muda, lelaki – perempuan, 
Negro dan kulit putih, kesemuannya bersatu padu dalam aksi perayaan May 
Day. Sudah bisa dipastikan menjadi sebuah keharusan di setiap peringatan
 May Day bagi para pekerja untuk berhenti bekerja, dan melakukan mogok 
kerja sebagai sebuah tradisi peringatan. Pemogokan tersebut haruslah 
berupa pemogokkan yang bersifat masal melibatkan banyak pekerja dimana 
para pekerja meninggalkan pos-pos pekerjaan mereka secara bersama-sama 
dan turun ke jalan, bukan secara sendiri-sendiri. Seluruh unit produksi 
dalam pabrik harus berhenti beroperasi, hanya dengan metode pemogokan 
seperti itulah semangat perjuangan dan semangat untuk mogok bisa dipompa
 secara lebih sistematis. Pemogokan umum tersebut haruslah bersifat 
politik (politik perburuhan -pentj.) yaitu mendasarkan kepada agenda 
tuntutan politik yang menjadi agenda politik buruh (hajat hidup kaum 
buruh -pentj.) yang akan berdampak luas ke seluruh kelas pekerja.
Walaupun
 Partai Komunis dan Serikat yang revolusioner terafilisi dengan T. U. U.
 L. (organisasi Liga Serikat Buruh Bersatu, Trade Union Unity league 
-pentj.) telah menyerukan agenda 7 jam kerja, dengan tanpa pengurangan 
upah buruh, para buruh di Amerika setelah sekian lama berjuang 
merealisasikan tuntutan 8 jam kerja sehari selama 46 tahun, ternyata 
masih harus terus memperjuangkan terealisasinya tuntutan tersebut. Di 
banyak sektor industri pekerja masih harus bekerja antara sembilan 
sampai sepuluh jam bahkan lebih dalam sehari. Kegagalan dari realisasi 
tuntutan tersebut disebabkan oleh kelompok Aristokrasi di segelintir 
pekerja, yang menerima suap dari kelas Kapitalis ditambah dengan kondisi
 kerja yang lebih baik dibandingkan buruh pada umumnya, mereka telah 
meninggalkan buruh-buruh lainnya yang kurang terdidik dan terorganisir 
tanpa perlindungan dan solidaritas organisasi gerakan buruh yang lebih 
terorganisir, sehingga oleh sebab diatas mereka lebih mudah untuk 
dieksploitasi untuk keuntungan para pemilik industri.
A.F.of L. (American Federation of Labour) Berubah Menjadi Fasis
Masih
 teringat 40 tahun yang lalu di Union Square, New York, para pemimpin 
demonstrasi May Day yang pertama telah berbicara tidak hanya tuntutan 8 
jam kerja tetapi juga agenda perlawanan dan penghancuran terhadap sistem
 Kapitalisme. “Sembari terus berjuang untuk merealisasikan tuntutan 8 
jam kerja, kita tidak akan mengalihkan pandangan dari tujuan utama kita,
 -penghacuran dari sistem pengupahan”, bacalah lagi seruan yang di 
proklamirkan di depan ribuan massa pemogokan yang bertempat di Union 
Square pada tanggal 1 Mei tahun 1890, setelah mereka berbaris bersama 
dalam arak-arakan besar dengan membentangkan spanduk merah melewati 
wilayah bagian kelas pekerja di Metropolis. Dan sekarang A. F. of L. dan
 Partai Sosialis berbuat hal yang serupa dengan para boss dan majikan, 
untuk mengagalkan perjuangan para pekerja yang menginginkan perubahan 
yang lebih baik dari kondisi kerja mereka dengan segala cara, dan 
terlihat jelas, daripada terus berjuang untuk menghancurkannya, mereka 
sekarang berjuang untuk terus mempertahankannya (sistem Kapitalisme 
-pentj.).
Selama 40 tahun yang telah berlalu, A. F. of L. memohon
 di Kongres Sosialis Internasional di Paris untuk mencari dukungan 
pemogokan yang akan dilangsungkan pada tanggal 1 Mei tahun 1890, dan 
Internasionalisme-pun menjawab permintaan tersebut dengan seruan 
pertolongan untuk menjadikan perjuangan para pekerja Amerika tersebut 
menjadi sebuah agenda Internasional. Tetapi sekarang apa yang justru 
terjadi adalah Presiden Green dan pendukungnya Mathew Well memberikan 
dukungan dan support kepada A. F. of L. dan kelompok organisasi 
reaksioner lainnya untuk melakukan gerakan yang memerangi Partai 
Komunis, yang selama ini telah mengusung tradisi dari perjuangan 1 Mei 
para pekerja Amerika terdahulu. A. F. of L. kini telah berkembang dari 
sebatas kelas kolaborator menjadi sepenuhnya fasis, berperan sebagai 
pelayan dari kapitalis dan menjadi algojo di tiang gantungan bagi kaum 
kelas pekerja di Amerika.
Dalam berbagai upaya mereka melumpuhkan
 gerakan May Day dan menarik ‘organisasi pekerja’ untuk tidak terlibat 
lagi di dalam demonstrasi, A. F. of L. bersama dengan organisasi buruh 
reaksioner lainnya telah mengangkat apa yang disebut sebagai Hari Buruh 
oleh mereka sendiri, yang diadakan pada hari Senin pertama di bulan 
September setiap tahunnya. Perhelatan Hari buruh tersebut pertama 
kalinya diadakan pada di tingkat lokal pada tahun 1885 yang kemudian 
diresmikan oleh berbagai negara bagian, sebagai penganti dari perayaan 1
 Mei.
Kampanye lainnya dalam usaha memerangi May Day diadakan 
oleh pemerintahan Federal dengan bantuan pemimpin dari A. F. of L. 
ketika 1 Mei diadopsi sebagai hari Kesehatan Anak atau Child Health Day.
 Sikap hipokrit munafik dari kedua belah pihak baik pemerintah dan A. F.
 of L. hal ini terbukti dengan fakta bahwa jutaan anak yang berumur 
kurang dari 16 (enam belas) tahun, telah diperas keringatnya di 
pengilingan dan lumbung-lumbung, di toko dan di pasar dan di lahan 
pertanian kesemuannya untuk kejayaan dari kapital Amerika.
Arti 
sebenarnya dibalik dari ketermukaan dari agenda kesejahteraan anak 
tersebut, bisa ditarik dari beberapa referensi yang mengacu pada laporan
 yang diterima oleh Dewan Eksekutif A. F. of L. pada konvensinya tahun 
1928:
… Pihak Komunis masih mempertahankan 1 Mai sebagai Hari 
Buruh. Oleh karena itu mulai saat ini 1 Mei akan dikenal sebagai Hari 
Kesehatan Anak, sesuai dengan arahan yang diberikan oleh Presiden dan 
disetujui oleh Kongres untuk memproklamirkan pencanangan 1 Mei sebagai 
Hari Kesehatan Anak bagi seluruh Amerika Serikat. Dan tujuan utamanya 
adalah memberika perlindungan kesehatan menyeluruh pada tahun masa 
kanak-kanak. Dan ini adalah tujuan yang lebih berharga. Adalah pada saat
 yang bersamaan 1 Mei bukanlah lagi akan dikenal sebagai hari mogok 
maupun Hari Buruh Komunis.
Mungkinkah para pemimpin A. F. of L. 
belum pernah mendengar sebuah cerita tentang Raja Canute dan usaha 
darinya untuk mengulung kembali gelombang lautan? Ataukah mungkin mereka
 sedang berusaha dengan cara apapun untuk mematahkan semangat perjuangan
 yang selalu menyala di gerakan para buruh?
Sosial Fasisme dalam Partai Sosialis
Pengkhianatan
 kepada kaum pekerja selama perang terus berlanjut kali ini dilakukan 
oleh Partai Sosialis. Mereka bergabung dengan pemerintahan Borjuis untuk
 melindungi diri mereka sendiri dari kemarahan para pekerja; Mereka 
membentuk sendiri gerakan anti revolusi untuk memandamkam semangat 
‘perjuangan merebut kekuatan’ dari kaum buruh; Mereka menjadi jagal yang
 menjegal langkah dari kelas pekerja yang paling militan yang tengah 
berjuang untuk menjatuhkan cengkeraman kapital, seperti apa yang telah 
dilakukan sebelumnya oleh kelas pekerja di Russia di bawah pimpinan kaum
 Bolsheviks, partai dari Lenin. Kelompok Sosial Patriotik sebagai sayap 
kanan politik, dan kelompok Sosial Pasifis sebagai kelompok politik 
tengah, selama berlangsungnya masa-masa perang telah bergabung menjadi 
Sosial Fasisme. Sosial Fasis telah menjadi bagian dari mesin Kapitalisme
 negara demi melindungi dirinya sendiri dari aksi yang dilancarkan para 
kaum buruh dan petani di negara kolonial dan imperialis. Mereka 
memaklumatkan perang kepada Uni Soviet untuk mengatur langkah dan 
rencana konspirasi untuk menghentikan terbentuknya Sosialisme di Soviet.
 Mereka juga mendukung perang yang dikobarkan oleh Imperialisme Jepang 
menindas rakyat China, juga menguasai Manchuria yang dijadikan pangkalan
 di Timur dengan tujuan untuk menyerang Uni Soviet.
Mereka telah 
sekian lama meninggalkan tuntutan 8 jam kerja. Mereka berharap Liga 
Bangsa-Bangsa (LBB sebelum PBB -pentj.) akan membantu mereka 
merealisasikan tuntutan pengurangan jam kerja melalui konvensi diantara 
negara-negara kapitalis. Kongres Marseilles pada pertemuan 
Internasionalnya yang kedua (LBB -pentj.) tahun 1925 mendeklarasikan 
bahwa 8 –jam kerja sehari “haruslah dipahami hanya sebagai sebuah 
prinsip”. Dan mereka masih selalu berpartisipasi merayakan May Day, 
tetapi dari seberang lain dari barisan dalam barikade (sindiran 
dimaksudkan sebagai aparat yang akan menghadang aksi buruh -pentj.), 
seperti apa yang sudah dicontohkan dalam aksi buas yang diperlihatkan 
oleh Zoergiebel, kepala Kepolisian Soialis Berlin di May Day tahun 1929,
 saat menghadapi aksi buruh di kotanya. Pada tahun 1932 saat pemilihan 
presiden yang berlangsung, kelompok Sosial Demokrasi mendukung 
pemerintahan Bruening tokoh pemerintahan fasis dengan ikut mengusung 
terpilihnya kembali Hindenburg.
Perdana Menteri “Sosialis” 
MacDonald mengirimkan tentaranya untuk menyapu gelombang massa Hindu 
yang bergerak melawan pemerintahan Imperialisme Inggris dan 
antek-anteknya di India. Dimanapun Kapitalisme merasa mulai lemah dalam 
melawan gelombang revolusi dan gerakan kemerdekaan dari buruh dan 
petani, mereka akan meminta bantuan kepada Partai Sosialis, antek dari 
Kapitalisme di tubuh gerakan buruh untuk ikut mematahkan dan 
memanfaatkan situasi gerakan yang tengah bergejolak.
Di Amerika 
Serikat, Partai Sosialis memainkan peran yang serupa. Walaupun dimainkan
 bukan dalam bentuk cara kerja kantoran di belakang meja, tetapi mereka 
telah mendapatkan mata tombak yang tajam dalam permainan bisnis jagal 
menjagal aspirasi dan kepentingan kaum buruh. Mereka tergabung dalam 
berbagai front yang memfitnah dan menjelek-jelekkan Uni Soviet dan 
berusaha makin mencabuk sentimen peperangan dengan Republik Pekerja (Uni
 Soviet -pentj.). Hal ini efektif dilakukan oleh A. F. of L. beserta 
dengan Serikat Muste ”progressive” Labour Union dalam mengalang kekuatan
 pekerja yang militan untuk mendukung para boss melawan para pekerjanya 
sendiri, dengan memberi sambutan dan tepuk sorak dukungan kepada 
kekuatan pemerintah dalam memerangi dan menganiaya gerakan revolusioner 
di negeri ini. Para pemimpin lama dari S. P. (Hilquits dan Oneals) telah
 mengutuk apapun Sosialisme yang pernah mereka yakini dahulu, sedangkan 
para pemimpin baru mereka (Thomases dan Brouns) adalah sosok Borjuis 
liberal yang mengunakan gerakan buruh demi terlaksana dan majunya 
kebijakan politik dari Presiden Theodore Roosevelts yaitu perayaan Bull 
Moose Day dan Robert LaFollettes yang mempunyai tujuan untuk mengkelabui
 khalayak luas dengan slogan-slogan kosong radikalnya.
Norman 
Thomas sosok kesayangan dari press kapitalis, meluncurkan kepada dunia 
sebuah buku yang memperkenalkan dengan apa yang disebut Sosialisme Baru,
 Sosialisme tanpa Marxisme. Hal ini pernah dicoba sebelumnya. Seorang 
yang lebih cakap dari Thomas, bernama Eduard Bernstein, mencoba 
menghilangkan pengaruh dan penganut Marxisme di Sosialisme lebih dari 30
 tahun yang lalu. Dia lebih memahami Marxis daripada apa yang dipahami 
dan diklaim oleh Thomas, Dia tidak bertindak kebablasan seperti apa yang
 dilakukan oleh Thomas. Sebagai seorang pemikir pionir dari Jerman yang 
hanya ingin “mengkoreksi” Marx untuk “lebih membuatnya lebih sesuai 
dengan jaman”, pemikir pertama yang melakukan hal ini. Sedangkan Thomas,
 tidak mengetahui bahkan setengah dari pemikiran Marx. Dia tidak hanya 
“merevisi” Marx tetapi sekaligus menghapusnya, tanpa sedikitpun mengusik
 Sosialisme, sebagaimana pimpinan S. P. tekankan.
Norman Thomas 
dan kelas kolaborator Partai Sosialis yang Dia wakili sekarang ini 
mungkin adalah yang terbaik dari berbagai kelompok yang pernah mencoba 
berusaha menentang dan mengkhianati secara terbuka kaum pekerja dan 
buruh di negeri ini, sebagai penentang sekaligus pengkhianat dari 
satu-satunya Sosialisme yang mewujudkan pemerintahan kelas pekerja, 
Sosialisme yang dianut oleh Marx dan Lenin, Sosialisme yang telah Partai
 Komunis perjuangkan selama ini, Sosialisme yang dibangun oleh buruh dan
 petani yang berjaya di Uni Soviet sekarang.
Tradisi Revolusioner Para Buruh di Amerika
Kaum
 buruh di Amerika memiliki tradisi pergerakan revolusioner yang kaya, 
dimana oleh karenanya Partai Komunis serta Trade Union Unity League (T. 
U. U. L.) bisa merunut pelajaran dari berbagai pengalaman perorganisiran
 buruh menuju masa revolusioner dari sejarah pengorganisiran buruh 
Amerika dalam melakukan aksi-aksi revolusionernya. Sejarah besar 
perjuangan kaum buruh yang mewarnai sejarah Amerika, mencatat kesaksian 
dari kegigihan perjuangan kaum buruh Amerika. Tidak hanya ketika para 
buruh bersiap untuk memulai pergerakannya, tetapi juga tercatat 
bagaimana para buruh pemberani tersebut dengan gagah berani menghadapi 
provokasi para majikan dan tak gentar dalam bertahan, berjuang 
berlama-lama menghadapi kekuatan gabungan dari para boss majikan dan 
kaki tangan para penguasa negara, di setiap pemogokan yang mereka 
lakukan.
Gerakan buruh yang bisa kita tarik ke belakang pada 
massa gerakan pemogokan besar tahun 1877 dan 1886, pada era Homestead 
(1892), masa periode pemogokan A. R. U. (1894), periode Lawrence (1912),
 sampai dengan pemogokan buruh baja (1919), dan juga Seatle (1919), 
begitu juga tak terhitung pemogokan buruh batu-bara, rel kereta api, 
pakaian dan di berbagai industri lainnya, sampai dengan peristiwa 
perlawanan besar di Colorado, Pennsylvania, West Virginia, perternakan 
Mesaba, dan yang paling akhir terjadi di Gastonia dan Harlan, dan masih 
bisa dibilang berbagai perlawanan besar lainnya yang akan segera 
menyusul di masa depan. Ditambah dengan kondisi yang mengarah kepada – 
krisis ekonomi yang terus menerus memburuk, bertambahnya pertumbuhan 
pengangguran tetap, semakin intensifnya eksploitasi disebabkan oleh 
metode percepatan produksi industri, Percepatan dan persaingan antar 
kubu imperialis yang memungkinkan segera munculnya perang dunia lainnya,
 Kebebasan pergerakan buruh Amerika dari kungkungan arah perjuangan yang
 keliru, cepat atau lambat akan muncul dengan sendirinya. Pembantaian 
yang dilakukan oleh Polisi Ford terhadap 4 orang buruh pabrik mobil di 
Detroit pada saat demonstrasi para pencari kerja yang terjadi di lokasi 
pabriknya, pembunuhan para Negro yang tidak mempunyai pekerjaan di kota 
Chicago dan Cleveland adalah bukti dari semakin mengerucutnya perjuangan
 kelas dan militansi para pekerja.
1 Mei dan 8 Maret – Kontribusi dari Para Buruh Amerika
Disamping
 tradisi yang diwariskan oleh para pekerja dan buruh Amerika, para 
pekerja tersebut juga menyumbangkan kepada kelas pekerja internasional 2
 hari perjuangan, yang diakui sebagai titik tolak bagi para pekerja 
revolusioner menuju langkah kemenangan mutlak perjuangan mereka tiap 
tahunnya. Bagi mereka yang menjadi bidan bagi kelahiran dari “hari” 
tersebut, dengan segera memproklamirkan hari istimewa tersebut setelah 
mereka mendapat dan memperoleh arti revolusi dari kejadian atau aksi 
yang terjadi dari hari tersebut. A. F. of L. telah membantu membidani 
dari kelahiran May Day. Menjadi sebuah ironi di Amerika, bahwa May Day 
mempunyai pengalaman catatan sejarah panjang dosa-dosa yang dilakukan 
oleh modal Amerika, tapi disayangkan May Day tidak pernah diadakan (di 
Amerika) untuk melawan Kapitalisme Amerika itu sendiri lagi.
Partai
 Sosialis sebagai kolega dekat, ataupun nantinya tidak mempunyai 
hubungan yang dekat lagi dengan A. F. of L. harus dicatat dengan 
kontribusinya di peringatan perayaan Hari Wanita/Perempuan Sedunia, yang
 diselengarakan pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Sekitar 20 tahun 
yang lalu para wanita sosialis di New York menorganisir diri, berbeda 
dengan gerakan untuk hak pilih yang dilakukan oleh kelompok Borjuis, 
massa wanita Proletar berpartisipasi dalam dalam aksi massa besar 
gerakan untuk menuntut hak pilih politik (dalam pemilu -pentj.). Aksi 
ini berlangsung pada tanggal 8 Maret. Keberhasilan dari terselengaranya 
aksi tanggal 8 Maret di New York tersebut, menyebabkan ditetapkannya 
tanggal tersebut sebagai Hari Wanita berskala Nasional. Dan Kongres 
Sosialis Internasionalisme pada tahun 1910 menetapkannya menjadi 
perayaan Internasional.
Dengan dipenuhinya hak pilih politik 
dalam pemilu oleh Amerika Serikat, 8 Maret kemudian ditinggalkan oleh S.
 P. semenjak pemilu sebagai ajang pemberian suara dan penempatan kader 
menjadi sumber pertentangan antar kubu bagai Alpha dan Omega bagi 
partai. Para Wanita pergerakan di Russia tidak melupakan begitu saja 8 
Maret, yang menyusul revolusi Oktober dijadikan penyemangat spirit 
perjuangan para buruh. Partai Komunis sekali lagi menghidupkan Hari 
Wanita/Perempuan Sedunia sebagai bagian nyata perjuangan politik kaum 
buruh. Seperti halnya peringatan 1 Mei hanya Partai Komunislah yang 
masih meneruskan tradisi perayaan Hari Wanita/Perempuan Sedunia pada 
tanggal 8 Maret, dimana seluruh pekerja dan buruh lelaki maupun 
perempuan saling bahu membahu di hari ini memanggil para kaum wanita 
Proletar untuk ikut bergabung mengambil posisi perjuangan di samping 
para pekerja laki-laki.
Sumber :
Penterjemah adalah: Ika Rubby N.
Semoga bermanfaat, dan jangan lupa berbagi kepada teman buruh yang lainnya, agar bisa sedikt mngenal sejarah diperingatinya hari buruh sedunia..